KONFLIK : ASAL MUASAL SEBUAH PERUBAHAN | Perspektir Chapt. 1
Source : Google
Muncul pernyataan mengenai “yang konstan dalam
masyarakat itu adalah konflik, bukan perubahan. Perubahan hanyalah akibat dari
konflik yang ada.”, dan saya setuju dengan pernyataan tersebut. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, konstan memiliki arti sebagai sesuatu yang tidak
berubah, dan berlangsung secara terus menerus. Konflik memang terjadi dalam
tatanan masyarakat, dan itu berlangsung secara terus menerus, tak berkesudahan.
Selama manusia masih berinteraksi dengan manusia lainnya, selama itu pula
konflik akan tetap menjadi bagian dari kehidupan manusia. Itulah mengapa
konflik dikatakan sebagai sesuatu yang konstan.
RALF
Dahrendorf (dalam Bagja Waluya:2009) menyebutkan bahwa semua perubahan sosial
merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. Ia meyakini, konflik dan
pertentangan selalu ada dalam masyarakat. Prinsip dasar dari pemikirannya ialah
konflik sosial dan perubahan sosial selalu melekat dalam struktur masyarakat.
Konflik
biasanya timbul akibat beberapa hal, seperti perbedaan kepentingan, perbedaan
pendapat, perbedaan pandangan, dan lain sebagainya. Konflik sosial biasanya
melibatkan 2 pihak atau lebih, baik berupa fisik maupun non-fisik. Umumnya
berawal dari pertentangan non-fisik lalu berkembang menjadi pertentangan fisik
dalam kadar rendah, atau bahkan berlanjut ke kadar yang lebih tinggi dalam
bentuk kekerasan.
Seperti
yang di sebutkan diatas, dampak yang ditimbulkan oleh konflik adalah perubahan,
baik perubahan positif maupun perubahan negatif. Karl Marx menyebutkan bahwa
konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh
terhadap suatu perubahan.
Ada
banyak sekali perubahan yang sudah terjadi, dan perubahan tersebut didasari oleh
konflik. Indonesia sendiri adalah negara yang rawan konflik. Salah satu konflik
yang mebuat perubahan besar di Indonesia adalah konflik yang terjadi pada tahun
1998, Gerakan Reformasi Indonesia. Pada gerakan itu, Mahasiswa dan masyarakat
berbondong-bondong menuntut reformasi dan ingin Soeharto – yang pada saat itu menjabat sebegai presiden indonesia–, untuk
segera turun dari jabatannya. Gerakan ini juga di bumbui oleh konflik lainnya,
yakni konflik yang melibatkan perbedaan ras di dalamnya. Jadi, selain perbedaan
keinginan dan kepentingan untuk terjadinya reformasi di Indonesia, terdapat
pula perbedaan ras yang mendasari gerakan tersebut. Banyak sekali masyarakat
yang berasal dari etnis China yang menjadi korban dalam kerusuhan 1998. Namun,
akhirnya konflik ini bisa sedikit-demi sedikit teratasi, dengan turunnya
Soeharto dari jabatannya sebagai presiden Indonesia dan pemerintah yang
berusaha untuk memenuhi tuntutan masyarakat.
Reformasi
adalah bentuk perubahan yang terjadi. Konflik tersebut telah melahirkan
reformasi, dan perubahan-perubahan lainnya dalam tatanan masyarakat. Dalam
menyelesaikan suatu konflik, masyarakat bisa menjadi sangat radikal. Seperti
pemikiran yang diungkapkan oleh Ralf Dahrendorf, yakni :
“Segera
setelah kelompok konflik muncul, kelompok itu melakukan tindakan yang
menyebabkan perubahan dalam struktur sosial. Bila itu konflik hebat, perubahan
yang terjadi adalah radikal. Bila konflik disertai dengan kekerasan, akan
terjadi perubahan struktur secara tiba tiba.” (Dahdendorf dalam Goodman &
Ritzer, 2004:157)
Namun,
konflik tidak selalu menciptakan dampak buruk dalam suatu perubahan. Dampak
konflik lainnya adalah menciptakan perubahan positif. Salah satunya adalah
meningkatkan solidaritas suatu golongan. Pemikiran tentang fungsi awal konflik
diperluas oleh Coser (Jaworski, 1991) yang menyatakan bahwa konflik dapat
membantu mengeratkan ikatan yang terstruktur secara longgar. Masyarakat yang
mengalami disintegrasi, atau berkonflik dengan masyarakat lain, dapat
memperbaiki kepaduan integrasi. Dengan kata lain, konflik dapat menjadi agen
untuk mempersatukan masyarakat.
Hal
ini juga pernah terjadi di Indonesia, salah satunya dalam Aksi Bela Islam III
atau yang dikenal dengan nama Aksi 212. Awal mula aksi ini adalah munculnya
konflik yang dipicu oleh tuntutan masyarakat islam indonesia terhadap Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus
penistaan agama.
Konflik
ini, secara tidak langsung meningkatkan solidaritas masyarakat muslim di
seluruh Indonesia. Sehingga hubungan antar umat islam yang tersebar di seluruh
Indonesia lebih erat daripada sebelumnya.
Contoh
lainnya adalah konflik Ambon. Konflik ini bermula dari isu etnisitas, dimana
tiga etnis minoritas dan pendatang dari Sulawesi yakni Buton, Bugis, dan
Makassar menguasai perekonomian di Ambon. Sedangkan Etnis asli, yakni Etnis
Ambon sendiri kurang memiliki peranan dalam bidang Ekonomi. Konflik antaretnik
itu menyebabkan kerusuhan dan menimbulkan banyak korban jiwa, dengan angka
mencapai ribuan.
Namun,
selain itu, konflik ini juga berdampak positif bagi solidaritas etnis ambon.
Ikatan dari masyarakat etnis ini cenderung lebih erat setelah adanya konflik,
dibandingkan dengan sebelum konflik.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Konflik
merupakan cikal bakal terjadinya sebuah perubahan. Konflik sosial akan
membentuk suatu perubahan sosial, dan hal ini tak dapat dihindarkan selagi
manusia masih melakukan interaksi sosial dalam hidupnya. Perubahan ini bisa
saja bersifat destruktif (dalam hal ini negatif) ataupun bersifat positif.
Daftar Pustaka
Rahmat. 2009. Ensikloprdia
Konflik Sosial. Semarang : CV. Ghyyas Putra
Ritzer, George., Goodman, Douglas J., Alimandan
(Penerjemah). 2004. Teori Sosiologi
Modern. Jakarta : Kencana.
Waluya, Bagja. 2009. Sosiologi 1 : Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat Kelas 10 SMA. Jakarta
: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.


Komentar
Posting Komentar