Marketing Politic dan Politik Multikultural
Marketing Politic
Dalam dunia politik, pencitraan lumrah dilakukan oleh aktor politik. Banyak cara untuk membangun citra positif tersebut, salah satunya adalah dengan cara Marketing Politic atau pemasaran politik. Pada saat ini marketing politic sudah berkembang menjadi suatu aktivitas untuk menjual ide, gagasan, program, bahkan citra diri agar orang lain mau memilih atau memberi suara kepada si penjual, dalam hal ini adalah partai politik maupun politikus.
Studi pemasaran politik memaparkan bahwa pemasaran politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan oleh sebuah partai politik, politikus, atau kontestan dalam membangun kepercayaan dan citra publik (Butler & Collins,2001). Membangun kepercayaan dan citra itu hanya bisa dilakukan dalamjangka panjang, tidak hanya pada masa kampanye saja (Dean & Croft, 2000). Publik akan mencatat dan menyimpan dalam memorinya semua kegiatan politik, wacana politik, dan kepedulian kepada masyarakat yang telah dilakukan aau dikerjakan oleh partai politik atau politikus secara individual. Hal itu akan diingat terus oleh publik pada saat akan memberikan suaranya dalam pemilihan umum (Firmanzah, 2007:202).
Dari beberapa pengertian diatas yang mana diungkapkan oleh para ahli, dapat kita simpulkan bahwa yang dijual pada aktivitas marketing politic bukanlah politikusnya, melainkan produk dalam bentuk ide-ide maupun gagasan, serta visi dan misi yang ditawarkan kepada kelompok-kelompok tertentu atau masyarakat.
Menurut saya, marketing politic wajar dilakukan oleh aktor politik. Didalam marketing politic, aktor politik mempromosikan dirinya. Hal ini lebih baik dilaksanakan oleh aktor politik dibandingkan berusaha menjatuhkan lawan politik menggunakan isu-isu yang tidak benar, atau biasa disebut black campaign.
Ada banyak bentuk produk marketing politik. Salah satu bentuk yang paling sering dan paling mudah untuk ditemui di dalam masyarakat adalah melakukan kunjungan rakyat (blusukan). Melakukan kontak langsung dengan rakyat sampai ke desa-desa adalah produk pemasaran politik yang paling meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan akan selalu diingat oleh masyarakat.
Pada kasus diatas, yang bertindak sebagai penjual adalah kandidat/aktor politiknya. Lalu produk yang akan dipasarkan adalah ‘blusukan’ itu sendiri. Serta yang bertindak sebagai pembeli adalah masyarakat.
Pemasaran dalam politik tidaklah sama dengan pemasaran dalam ekonomi. Dalam pemasaran politik, tidak ada pengenaan harga berupa materi untuk membeli produk politik. Namun, pembeli membeli produk politik menggunakan suaranya dalam pemilihan.
Selain blusukan, dialog melalui media massa juga termasuk dalam produk marketing politic. Ketika melakukan dialog, aktor politik akan menyampaikan visi dan misi, gagasan, serta pemikirannya didepan masyarakat luas. Jika dikiranya visi dan misinya cocok dan sesuai dengan harapan masyarakat, aktor politik itu akan menerima kepercayaan dari masyarakat.
Sesuai dengan pengertian yang dipaparkan sebelumnya, marketing politic tidak hanya dapat dilakukan ketika kampanye berlangsung saja. Blusukan dan dialog melalui media massa bisa dilakukan kapan saja. Sebelum, saat, bahkan sesudah kampanye pun dapat dilaksanakan. Namun, ketika kampanye berlangsung, biasanya intensitas marketing politic akan bertambah.
Politik Multikultural
Indonesia adalah negara yang majemuk. Masyarakat di Indonesia berasal dari beragam suku, etnis, bahasa, budaya maupun agama. Hal inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya politik multikultural di Indonesia.
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia (Parsudi Suparlan, 2002). Menurut Prof. Dr. Bakdi Soemanto, multikulturalisme adalah pandangan saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan dan bukan sekedar toleransi.
Multikultural menekankan bahwa setiap budaya memiliki derajat yang sama. Maka dari itu, dengan adanya politik multikultural, mengajarkan kepada kita bahwa keberagaman bukanlah sumber perpecahan. Terlebih lagi dibidang politik.
Politik Multikultural memungkinkan seluruh masyarakat, dengan berbagai kebudayaan dapat menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah, atau bahkan mendapatkan jabatan atau posisi penting dalam pemerintahan.
Politik multikultural dapat dilihat jelas pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid, atau yang biasa dipanggil Gus Dur. Beliau sangat amat menghargai keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Ia pun mengakui eksistensi masyarakat Tionghoa di tengah-tengah warga pribumi, sehingga ada keturunan Tionghoa yang turut serta berperan dalam pemerintahan.
Namun menurut saya, sekarang, disaat semakin meningkatnya globalisasi di tengah masyarakat, peran politik multikultural mulai bergeser. Dapat kita lihat, masyarakat dengan mudahnya terprovokasi dengan isu-isu yang membahas tentang perbedaan budaya, agama, etnis dan lain sebagainya. Banyak oknum yang mempolitisasi perbedaan yang dimiliki aktor politik tertentu. Padahal, kemajemukan adalah ciri khas bangsa ini.
Maka dari itu, seharusnya masyarakat menanamkan sikap toleransi dan pemahaman bahwa seluruh budaya, etnis, agama dan lainnya adalah bagian dari Indonesia itu sendiri. Sehingga, Politik Multikultural dapat berjalan baik di Indonesia, dan seluruh masyarakat memiliki hak yang sama dalam bidang politik.
🔻🔻🔻🔻
Daftar Pustaka :
Arifin, Prof. Dr. Anwar. 2014. Politik Pencitraan : Pencitraan Politik. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Efriza. 2012. Political Explore : Sebuah
Kajian Ilmu Politik. Bandung : Alfabeta.
Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan
Multikultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Komentar
Posting Komentar